Thursday, February 4, 2021

Menulis dan Kecintaan Saya pada Dunia Literasi (edited)

 


Apa yang ada dalam benak kita ketika membaca kata "literasi"? Pasti yang langsung terlintas adalah aktivitas mengenai membaca dan menulis. Meskipun sebenarnya kata literasi mengandung makna yang lebih luas. Tidak hanya sekadar membaca dan menulis saja. Ya, literasi memang tidak bisa dipisahkan dengan dunia membaca dan menulis. Baru saya sadari bahwa literasi adalah dunia yang saya cintai. Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengannya hampir selalu membuat mata saya berbinar-binar.

Kecintaan saya pada dunia literasi dimulai dari kegemaran saya membaca buku sejak masa kanak-kanak. Kemudian berlanjut sampai sekarang. Berbeda dengan membaca yang sudah saya sukai sejak kecil, menulis baru saya tekuni beberapa waktu belakangan. Kecintaan saya pada dunia tulis-menulis baru muncul justru setelah saya menikah dan mempunyai anak. Dahulu, menulis adalah salah satu hal yang menurut saya sulit untuk dilakukan. Beragam alasan dapat dijabarkan, sehingga menghambat saya untuk mau menulis. Tidak ada ide, kurang kreatif, tidak ada waktu, malas, dan sebagainya. Itulah beberapa alasan yang menjauhkan saya dari dunia tulis-menulis.

Sekarang, dunia tulis-menulis sudah lebih dekat dengan keseharian saya. Saya pun mulai berlatih membiasakan menulis dan berusaha untuk lebih konsisten menjalankannya. Meskipun sebenarnya dunia tulis-menulis ini sudah lekat sejak lama. Bukankah menulis status di sosial media, mengirim pesan singkat, menulis surat, menulis jurnal harian, membuat resume, dan sebagainya juga merupakan aktivitas menulis? Ya, sebenarnya aktivitas menulis sudah sangat dekat dengan keseharian saya. Namun belum saya sadari secara penuh sehingga hanya menjadi aktivitas yang biasa-biasa saja. Tahun ini saya menantang diri saya untuk lebih menekuni dunia tulis-menulis. Caranya adalah dengan bergabung dengan komunitas menulis, membuat proyek buku, dan mengikuti beragam tantangan yang berkaitan dengan aktivitas menulis ini.


Wednesday, February 3, 2021

Menulis dan Kecintaan Saya pada Dunia Literasi


Apa yang ada dalam benak kita ketika membaca kata "literasi"? Pasti yang langsung terlintas adalah aktivitas mengenai membaca dan menulis. Meskipun sebenarnya kata literasi mengandung makna yang lebih luas. Tidak hanya sekedar membaca dan menulis saja. Ya, literasi memang tidak bisa dipisahkan dengan dunia membaca dan menulis. Baru saya sadari bahwa literasi adalah dunia yang saya cintai. Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengannya hampir selalu membuat mata saya berbinar-binar.

Kecintaan saya pada dunia literasi dimulai dari kegemaran saya membaca buku sejak masa kanak-kanak. Kemudian berlanjut sampai sekarang. Berbeda dengan membaca yang sudah saya sukai sejak kecil, menulis baru saya tekuni beberapa waktu belakangan. Kecintaan saya pada dunia tulis menulis baru muncul justru setelah saya menikah dan mempunyai anak. Dahulu, menulis adalah salah satu hal yang menurut saya sulit untuk dilakukan. Beragam alasan dapat dijabarkan, sehingga menghambat saya untuk mau menulis. Tidak ada ide, kurang reatif, tidak ada waktu, malas, dan sebagainya. Itulah beberapa alasan yang menjauhkan saya dari dunia tulis-menulis.

Sekarang, dunia tulis-menulis sudah lebih dekat dengan saya. Saya pun mulai berlatih membiasakan menulis dan berusaha untuk lebih konsisten menjalankannya. Meskipun sebenarnya dunia tulis-menulis ini sudah lekat sejak lama. Bukankah menulis status di sosial media, mengirim pesan singkat, menulis surat, menulis jurnal harian, membuat resume, dan sebagainya juga merupakan aktivitas menulis? Ya, sebenarnya aktivitas menulis sudah sangat dekat dengan keseharian saya. Namun belum disadari secara pebuh sehingga hanya menjadi aktivitas ala kadarnya. Tahun ini saya menantang diri saya untuk lebih menekuni dunia tulis-menulis. Caranya adalah dengan bergabung dengan komunitas menulis, membuat projek buku, dan mengikuti beragam tantangan yang berkaitan dengan aktivitas menulis ini.

Thursday, January 21, 2021

Read Aloud Challenge


Mendekati peringatan hari Read Aloud dunia, banyak sekali Read Aloud challenge bermunculan. Ibu selalu antusias mengikuti setiap challenge. Meski tanpa ada challenge pun, Signi memang sudah terbiasa dibacakan buku. Bahkan dia yang selalu meminta ibu membacakan buku untuknya.

Bagi ibu, Read Aloud adalah salah satu kegiatan yang bisa membuat mata ibu berbinar. Sehingga momen apapun terkait Read Aloud sering ibu ikuti. Selain untuk upgrade ilmu tentang Read Aloud, pun menambah pengalaman ibu. Sedangkan bagi Signi, aktivitas read aloud adalah aktivitas yang membuatnya hampir selalu antusias. Banyak pengetahuan atau hal baru yang bisa Signi dapatkan dari buku-buku yang dibacanya.

Selain itu, aktivitas Read Aloud yang ibu dan Signi ikuti juga sebagai wujud kampanye untuk menyebarkan Read Aloud secara lebih luas. Ini bentuk kepedulian ibu terhadap dunia literasi di Indonesia. Sekaligus mengajak ibu-ibu lainnya untuk melakukan aktivitas Read Aloud ini.

Yuk..yuk.. mulai membiasakan Read Aloud atau membacakan nyaring pada anak-anak kita. Read Aloud adalah suatu aktivitas sederhana yang semua orang bisa melakukannya. Aktivitas sederhana yang ternyata mempunyai segudang manfaat. Tak perlu waktu lama, cukup 10-15 menit sehari, dan buktikan sendiri keajaiban yang akan kita dapatkan.

Gimana kalau nggak banyak punya buku anak? Tenang saja, sudah banyak aplikasi-aplikasi atau sumber-sumber bacaan yang bisa kita dapatkan secara cuma-cuma. Kita bisa memilih tema dan jenis buku yang sekiranya cocok untuk dibacakan kepada anak kita. Kita bisa mencarinya di IPusnas , Let's Read , literacycloud_id , ataupun sumber-sumber lainnya. Jadi tak ada alasan lagi untuk nggak membacakan buku kepada anak-anak kita.

Bagi teman-teman yang ingin tahu Read Aloud lebih banyak, yuk kita ngobrol bareng.

Kalau kata Ibu Roosie, gemar membaca tidak terjadi dengan sendirinya, ia harus diupayakan.
Siapa yang mengupayakannya? Siapa lagi kalau bukan kita sendiri sebagai orang tua yang mengawalinya. Ini ada lho undang-undang nya.

"Budaya gemar membaca menjadi tanggung jawab keluarga, satuan pendidikan (sekolah), masyarakat, maupun pemerintah"
(Sumber: UU No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan)

Monday, September 28, 2020

Komunitas Ibu Profesional, Tempat Saya Belajar dan Bertumbuh


Menjadi seorang ibu adalah kodrat dan dambaan bagi sebagian besar wanita. Predikat itu disandang tak sebatas pasca melahirkan seorang anak saja. Tetapi juga merawat serta mendidiknya dengan baik dan penuh kasih sayang. Untuk menjalankan peran sebagai seorang ibu tersebut, tentunya dibutuhkan ilmu dan keterampilan yang tidak mudah. Namun, tidak ada satu sekolah formal pun yang mengajarkan ilmu menjadi seorang ibu.

 


Saya bersyukur dipertemukan dengan komunitas Ibu Profesional yang didirikan oleh Ibu Septi Peni Wulandani. Seorang ibu dengan tiga orang anak yang mendedikasikan dirinya untuk memajukan para perempuan di Indonesia. Melalui komunitas inilah saya banyak belajar. Pengajaran ini dilakukan secara daring. Mulai dari kelas Matrikulasi yang membahas ilmu yang berkaitan dengan diri sendiri seperti pengelolaan diri, manajemen waktu, membangun visi dan misi pribadi, dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan kelas Bunda Sayang yang berlangsung selama 12 bulan. Kelas ini membahas, mengajarkan, dan memberi penugasan berkaitan dengan ilmu mendidik anak. Mulai dari komunikasi produktif, membangun kemandirian anak, melejitkan kecerdasan emosi dan spiritual, membangun karakter anak, dan lain-lain. 

 


Selain mengikuti pembelajaran secara daring, kami juga dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai dengan daerah atau regional masing-masing. Tujuanya adalah agar kami bisa berkenalan, bertemu, dan berkegiatan tatap muka secara langsung. Saya pun tergabung dalam komunitas Ibu Profesional Banyumas Raya (IPBR). Bagi saya, IPBR adalah rumah kedua saya. Di saat saya merasa sendiri, merasa jenuh dengan peran saya sebagai ibu rumah tangga yang kadang monoton, ada teman-teman IPBR yang memberi semangat dan menguatkan. Kami sering mengadakan playdate, berbagi ilmu di antara kami, bahkan berbagi ilmu kepada masyarakat yang lebih luas.

 


Saya merasa beruntung dipertemukan dengan Ibu Septi dan teman-teman IPBR. Dari komunitas inilah saya mendapat banyak ilmu, belanja banyak ide dan pengalaman, serta bisa membagikan ilmu, tenaga, dan pikiran saya. Bersama komunitas ini, saya merasa lebih percaya diri meski hanya menyandang predikat sebagai ibu rumah tangga. Ya, peran ibu rumah tangga yang saya pilih dengan penuh kesadaran, berusaha saya kerjakan dengan profesional, dan tentu saja dengan selaksa  kebahagiaan. Karena keluarga yang bahagia lahir dari ibu yang bahagia.

Tuesday, September 15, 2020

Amuk

 

Ku ingin menjadi gelombang laut yang dapat berubah menjadi tsunami yang dapat meluluhlantakkan daratan..

Ku ingin menjadi gunung berapi yang mampu meluapkan lahar dan lava yang bisa menghancurkan peradaban..

Ku ingin menjadi angin yang bisa menjadi tornado yang menghentak keras bak pusaran kematian..

Ku ingin menjadi api yang bisa membakar segala yang ada hingga menyisakan abu tak bermakna..

Namun, aku tetaplah manusia biasa..yang punya hati dan punya rasa.. Sekeras apapun benturan yang menimpa.. Tetap tidak akan kubiarkan merubahku menjadi sang angkara..

Sroto Sokaraja - Kuliner Khas Banyumas

Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang unik, enak, dan beraneka ragam di setiap daerahnya. Salah satunya adalah soto. Beberapa daerah mempunyai resep dan ciri khas pada sotonya masing-masing. Sebut saja Soto Betawi dengan kuah santannya yang gurih, Soto Lamongan dengan bubuk koyanya, Soto Bandung dengan potongan lobak dan taburan kedelainya, Soto Kudus dengan kuah beningnya yang segar, dan soto lainnya. Tak kalah dengan daerah-daerah tersebut, Banyumas juga mempunyai soto khasnya sendiri. Soto khas Banyumas ini dikenal juga dengan nama Sroto Sokaraja, karena berasal dari daerah Sokaraja. 


Sroto Sokaraja ini merupakan makanan berkuah dengan potongan daging sapi atau ayam seperti soto pada umumnya, namun memiliki keunikan tersendiri. Jika sebagian besar soto disajikan dengan nasi, Sroto Sokaraja ini disajikan dengan potongan-potongan ketupat. Selain itu, ciri unik lainnya adalah penggunaan sambal bumbu kacang yang dicampurkan ke dalam soto, yang tidak ditemui pada jenis soto lain. Bumbu kacang ini semakin memperkaya kekhasan rasa pada Sroto Sokaraja. 

Isian danging pada Sroto Sokaraja bisa menggunakan daging sapi ataupun daging ayam. Untuk daging sapi pun ada beberapa pilihan jenisnya, seperti daging sapi murni, babat/iso, sekengkel urat, atau campur. Selain itu, Sroto Sokaraja disajikan dengan potongan sohun dan taoge pendek dengan taburan potongan daun bawang, bawang goreng, dan kerupuk. Tak lupa pula kecap manis, dan sambal sebagai pelengkap. Kerupuk yang digunakan di sini pun bukan sembarang kerupuk, melainkan kerupuk khas Banyumas, yaitu kerupuk cantir. Kerupuk cantir adalah kerupuk gurih berbahan dasar singkong dengan  warna merah atau putih. 

Sroto Sokaraja memiliki rasa yang gurih, pedas, dan sedikit manis yang berasal dari sambal bumbu kacangnya. Kuah sroto yang panas dengan rasa kaldu yang pas semakin menambah kelezatannya.. Apalagi jika dihidangkan dengan mendoan hangat dan dimakan bersama keluarga tercinta.

Nyumbang - Sebuah Film Pendek

 Resensi Film Pendek

Judul Film : Nyumbang
Jenis Film : Drama Komedi
Durasi : 20 menit
Negara Asal : Indonesia
Sutradara : Rahma Nurlinda Sari
Ide Cerita : Maryoto
Produser : Melati Puspitasari, Himawan
Produksi : Montase Production
Pemain : Hadi Manuto, Widowati, Drs. Susanto, Bandung Budi Aji
Tahun Produksi : 2015

Film ini dibuka dengan tembang Jawa berlatar kehidupan pedesaan di lereng gunung beserta aktivitas penduduknya. Film ini menceritakan tentang kondisi pasangan suami istri, Bejo dan Sutini yang hidup dalam kemiskinan. Bejo merupakan petani yang panennya tidak membuahkan hasil. Sedangkan Sutini yang berjualan gorengan di pasar, sepi pembeli.

Di tengah kehidupan mereka yang serba susah dan kekurangan, berdatangan ulem-uleman atau undangan dari para tetangga. Mulai dari pesta pernikahan, khitanan, bahkan menjenguk tetangga yang sakit. Hal tersebut membebani Bejo dan Sutini. Bejo berfikir bahwa seharusnya keluarganya yang disumbang bukan sebaliknya.

Dalam kegalauan dan rasa frustrasinya, Bejo mendapatkan ide agar orang-orang bisa memberikan sumbangan kepadanya. Bejo merencanakan untuk berpura-pura sakit untuk mendapatkan uang sumbangan. 

Film ini cukup menarik karena cerita yang dekat dengan keseharian kita. Selain itu, latar pedesaan dengan kostum tradisional yang dikenakan para tokoh semakin memperkaya aspek budaya di dalamnya. Film ini pun memperoleh tiga buah penghargaan berskala nasional sehingga layak untuk ditonton.




Menulis dan Kecintaan Saya pada Dunia Literasi (edited)

  Apa yang ada dalam benak kita ketika membaca kata "literasi"? Pasti yang langsung terlintas adalah aktivitas mengenai membaca ...